Pages

Tuesday, June 3, 2008

Belanja Bordir dan Sulaman di Jalan Bengkawas


Selain jalan-jalan melihat kawasan wisata, kegiatan yang paling asyik tentu saja belanja. Belanja sudah jadi tujuan wisatawan Malaysia yang datang ke Sumatera Barat. Bila menggunakan jasa agen travel, mereka sudah dibuatkan agenda belanja menjelang ke Bukittinggi.

Sebelum bus masuk ke Kota Bukittinggi, biasanya sang guide sudah mengumumkan bus akan berhenti di Jalan Bengkawan tempat wisatawan yang ingin belanja kain bordir dan sulaman, atau tenunan songket oleh-oleh khas Ranah Minang.

Di sepanjang Jalan Raya Bengkawas, ada lima rumah yang membuka gerai yang menjual kain yang dibordir dan disulam indah. Nah, disinilah tempat belanja kain bordir yang bermutu, mahal sedikit tidak apa-apa.Salah satu toko yang paling lengkap adalah toko Annisa.

Di rumah berlantai dua itu hampir semua barang khas Sumatera Barat ada. Mulai dari kebaya yang dibordir terawang, selendang yang bersulam benang emas, baju kurung yang dibordir, jilbab berhiat payet, mukena yang penuh bordir, baju koko untuk lelaki hingga songket tenunan pandai sikek dan songket silungkang. Selain itu juga dijual tas kain yang disulam, taplak meja, sprei, alas bantal.

Untuk kebaya dan baju kurung, bordir yang banyak digunakan adalah bordir terawang. Bordir terawang ini juga paling populer di Sumatera Barat bukan hanya untuk kebaya dan baju kurung tetapi juga untuk taplak meja, tas, dan sprei. Cara membuat bordir terawang ini cukup rumit, sebelum kain dibordir, serat-serat kain dicabut dulu, kemudian ada bagian serat kain yang diikat kembali, baru dibordir sesuai dengan motif yang diinginkan.

Saat berkunjung ke Toko Annisa minggu lalu, dua bus pariwisata yang membawa wisatawan lokal berhenti di halamannya. Puluhan wisatawan Malaysia yang kebanyakan perempuan itu seperti kalap, sibuk memilih kebaya dan bahan kain untuk baju kurung. Ada juga yang mencoba mukena dan jilbab. Lima pelayan toko mondar-mandir melayani mereka, sedangkan para pria lebih banyak duduk di kursi tamu yang disediakan sambil menikmarti segelas kopi susu gratis.

Mahal Sedikit Tidak Apa-Apa

Dibandingkan di pasar di Bukittinggi dan Padang, barang yang dijual terlihat memang pilihan. Warna dan desain bordir serta sulamannya terkesan dibuat dibuat khusus dan tidak pasaran. Namun harga juga lebih tinggi,mungkin karena mutunya bagus.

Sebuah jilbab yang berhias manik-manik misalnya, dilabel Rp160 ribu, namun kainnya bagus dan hiasannya indah. Sementara jilbab berhias manik di Pasar Atas Bukittinggi dijual rata-rata Rp2o ribu, tetapi mutunya kalah jauh.

Azizah, seorang wisatawan asal Kualalumpur yang saat itu sedang berbelanja mengatakan untuk kedua kalinya ia ke tempat itu. Hari pertama saat dibawa biro perjalanan untuk belanja dia hanya lihat-lihat, survei dulu.
"Barangnya memang bagus, tetapi saya mau cari di tempat lain mungkin harganya lebih miring," katanya.
Saat menginap di Bukittinggi, ia menyempatkan diri belanja di Pasar Atas yang letaknya tidak jauh dari Jam Gadang, maskot kota itu.

"Tapi saya langsung terkejut saat nanya harga mukena yang banyak bordirnya, ditawar Rp2 juta oleh pedagang, aduh mahalnya, saya bingung mau menawar berapa, akhirnya tak jadi beli," kata karyawan perusahaan penyedia alat-alat kesehatan di Malaysia ini.Untungnya bus travel yang membawanya mau mengantarnya berbelanja lagi ke toko-toko sepanjang Jalan Bengkawas.

Untuk wisatawan yang melancong ke Bukittinggi, dari pada lelah tawar menawar di pasar tradisional, memang lebih baik ke toko-toko khusus. Sebenarnya harganya hampir sama dengan di Pasar Atas Bukittinggi, kelebihan lainnya, tidak lelah memilih karena barangnya rata-rata bagus, tidak lelah tawar menawar yang terkadang amat alot dengan pedagang dan aman dari copet yang sering berkeliaran di pasar Bukittinggi.

Sepotong kebaya yang dibordir harganya Rp200- ribu Rp 1,5 juta. Bahan dasar kebaya dari katun, organdi (kain berbahan halus transparan) dan sutra. Begitu pula dengan baju kurung , kisaran harganya sama, tergantung jenis kain.

Mukena yang dihias bordir dijual mulai Rp75 ribu sampai Rp1 juta. Jenis barang bordir yang lain seperti taplak meja, sprei dan sarung bantal berkisar Rp50 hingga Rp400 ribu.
Indrawati pemilik toko Anissa menjaminl kain yang dijual ditempatnya tidak akan sama dengan produk di tempat lain, karena motif dan warna bordirannya ia rancang sendiri dan dibordir penjahit yang bekerja dengannya.

sumber : www.padangkini.com

Monday, June 2, 2008

Our Promotions


Our Boutique







Sulaman & Bordiran ANNISA
Jl. Raya Bengkawas No.9 Km.3 Bukittinggi 26111
West Sumatra Indonesia T +62752 21305

Our Bukittinggi


Bukittinggi (Indonesian for "high hill") is one of the larger cities in West Sumatra, Indonesia, with a population of over 91,000 people and an area of 25.24 km². It is situated in the Minangkabau highlands, 90 km by road from the West Sumatran capital city of Padang. It is located at [show location on an interactive map] 0°18′20″S, 100°22′9″E, near the volcanoes Mount Singgalang (inactive) and Mount Marapi (still active). At 930 m above sea level, the city has a cool climate with temperatures between 16.1°-24.9°C.

History

The city has its origins in five villages which served as the basis for a marketplace.

The city was known as Fort de Kock during colonial times in reference to the Dutch outpost established here in 1825 during the Padri War. The fort was founded by Captain Bauer at the top of Jirek hill and later named after the then Lieutenant Governor-General of the Dutch East Indies, Hendrik Merkus de Kock.
The first road connecting the region with the west coast was built between 1833 and 1841 via the Anai Gorge, easing troop movements, cutting the costs of transportation and providing an economic stimulus for the agricultural economy.
In 1856 a teacher-training college (Kweekschool) was founded in the city, the first in Sumatra, as part of a policy to provide educational opportunities to the indigenous population.[4] A rail line connecting the city with Payakumbuh and Padang was constructed between 1891 and 1894.

During the Japanese occupation of Indonesia in World War II, the city was the headquarters for the Japanese 25th Army, the force which occupied Sumatra. The headquarters was moved to the city in April 1943 from Singapore, and remained until the Japanese surrender in August 1945.
During the Indonesian National Revolution, the city was the headquarters for the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) from December 19, 1948 to July 13, 1949. During the second 'Police Action' Dutch forces invaded and occupied the city on December 22, 1948, having earlier bombed it in preparation. The city was surrendered to Republican officials in December 1949 after the Dutch government recognized Indonesian sovereignty.

The city was officially renamed Bukittinggi in 1949, replacing its colonial name. From 1950 until 1957, Bukittinggi was the capital city of a province called Central Sumatra, which encompassed West Sumatra, Riau and Jambi. In February 1958, during a revolt in Sumatra against the Indonesian government, rebels proclaimed the Revolutionary Government of the Republic of Indonesia (PRRI) in Bukittinggi. The Indonesian government had recaptured the town by May the same year.

Administration

Bukittinggi is divided in 3 subdistricts (kecamatan), which are further divided into 5 villages (nagari) and 24 kelurahan. The subdistricts are:
Guguk Panjang, Mandiangin Koto Selayan, and Aur Birugo Tigo Baleh.

Transport

Bukittinggi is connected to Padang by road, though a dysfunctional railway line also exists.

Tourism

It is a city popular with tourists due to the climate and central location. Attractions within the city include:
* Ngarai Sianok (Sianok Canyon)
* Lobang Jepang (Japanese Caves) - a network of underground bunkers & tunnels built by the Japanese during World War II
* Jam Gadang - a large clock tower built by the Dutch in 1926.
* Pasar Atas and Pasar Bawah markets
* Taman Bundo Kanduang park. The park includes a replica Rumah Gadang (literally: big house, with the distinctive Minangkabau roof architecture) used as a museum of Minangkabau culture, and a zoo. The Dutch hilltop outpost Fort de Kock is connected to the zoo by the Limpapeh pedestrian overpass.
Notable nearby destinations include Lake Maninjau and the Harau Valley.

Sunday, June 1, 2008

Our Batik





kata Batik berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "titik". Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan "malam" (wax) yang diaplikasikan kBatik e atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggrisnya "wax-resist dyeing".

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa.

Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.

Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.

Cara pembuatan

Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.

Jenis batik

* Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
* Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.

Our Kebaya

Kebaya adalah blus tradisional yang dikenakan oleh wanita Indonesia dan Malaysia yang terbuat dari bahan tipis yang dikenakan dengan sarung, batik, atau pakaian rajutan tradisional lainnya seperti songket dengan motif warna-warni.

Dipercaya kebaya berasal dari Tiongkok[rujukan?] ratusan tahun yang lalu. Lalu menyebar ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Setelah akulturasi yang berlangsung ratusan tahun, pakaian itu diterima di budaya dan norma setempat.

Sebelum 1600, di Pulau Jawa, kebaya adalah pakaian yang hanya dikenakan keluarga kerajaan di sana. Selama masa kendali Belanda di pulau itu, wanita-wanita Eropa mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi. Selama masa ini, kebaya diubah dari hanya menggunakan barang tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman warna-warni.

Pakaian yang mirip yang disebut "nyonya kebaya" diciptakan pertama kali oleh orang-orang Peranakan dari Melaka. Mereka mengenakannya dengan sarung dan kaus cantik bermanik-manik yang disebut "kasut manek". Kini, nyonya kebaya sedang mengalami pembaharuan, dan juga terkenal di antara wanita non-Asia.

Terpisah dari kebaya tradisional, perancang mode sedang mencari cara memodifikasi desain dan membuat kebaya menjadi pakaian yang lebih modern. Kebaya yang dimodifikasi itu malah bisa dikenakan dengan jins atau rok.

Our Songket



Songket adalah jenis kain tenunan tradisional Melayu yang berasal dari Indonesia dan Malaysia. Songket biasanya ditenun dengan tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada acara-acara resmi.

Asal-usul kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak. Akibatnya, jadilah songket.

Kain songket ditenun pada mesin tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper.

Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan flora dan fauna lokal. Motif ini juga dinamai dengan kue lokal Melayu seperti seri kaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga merupakan favorit raja.

Songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya membutuhkan sekitar 3 hari.

Mulanya laki-laki menggunakan songket sebagai destar atau ikat kepala. Kemudian barulah wanita Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung. Di masa kini songket adalah pilihan populer untuk pakaian perkawinan Melayu dan sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hadiah perkawinan.

Ditilik dari harganya, songket tidak dimaksudkan hanya untuk masyarakat berada saja karena harganya yang bervariasi dari yang biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat tinggi.

Bordir Terawang dari Bengkawas


Ke padang, rasanya belum lengkap kalau belum membeli baju kurung berhiaskan bordir. Baju kurung itu biasa di beli dipasar tradisional atau di butik. Tapi, jika menginginkan baju kurung dengan aneka motif bordir. Anda bisa berkunjung ke Jalan Raya Bengawas yang jaraknya sekitar 10 kilometer dari Bukittinggi.
Di pinggir jalan itu deretan toko menjual aneka kain bermotif khas Minangkabau. Kain itu dapat dibuat kebaya, baju kurung, selendang, hingga mukena. Bahkan ada juga peralatan makan, seperti taplak meja dan alas gelas.

Tempo pun masuk ke salah satu toko itu. Namanya toko Annisa Dari balik etalase kaca toko itu, terlihat boneka manekin memakai kebaya dan baju kurung warna keemasan. Sangat cantik dan anggun. Ditoko yang berlantai dua itu, pengunjung dapat memilih kebaya bordir terawang, selendang bersulam benang emas, baju kurung bordiran, jilbab berhias payet, mukena bordir dan baju koko. Tak hanya itu tersedia pula songket tenunan Pandai Sikek dan songket Silungkang khas Minang.

Motif bordiran kebaya dan baju kurung kebanyakan mengunakan bordiran terawang. Bordiran itu dibuat di atas bahan sutra, sifon, katun dan linen.
Bordir terawang juga tampak mengiasi taplak meja, tas dan seprai.
Bordir terawang dangat diminati,” kata indrawati, pemilik Toko Annisa. Menurut dia, cara membuat bordir terawang cukup rumit. Sebelum kain bordir, serat-serat kain dicabut terlebih dahulu. Ada bagian serat kain yang diikat kembali, baru dibordir sesuai dengan motif yang diinginkan. Khusus untuk membuat bordir, Indarawati memiliki beberapa tukang bordir.

Toko-toko dikawasan Bengkawas itu menarik perhatian banyak pelancong. Siang itu, sebuah bus pariwisata yang membawa rombongan wisatawan local berhenti di halaman Toko Annisa.
Puluhan perempuan yang baru turun dari bus merangsek masuk ke toko itu. Seketika, mereka pun terbenam dalam keasyikan memilih kebaya dan kain. Diantara mereka ada juga yang mencoba mukenah dan jilbab.
Lima pelayan toko tampak mondar- mandir melayani pembeli, sedangkan pengunjung pria menunggu di kursi tamu sambil menikmati segelas kopi susu gratis.

Juriah, 41 tahun ,wisatawan asal Yogyakarta, mengatakan untuk kedua kalinya ia berkunjung ke Bengkawas. “Hari pertama saya hanya melihat lihat-lihat,”ujarnya.“ Lalu saya bandingkan harga ketempat lain ”
Pebandinganya adalah di Pasar Atas, tidak jauh dari Jam Gadang, mascot kota itu. Pedagang dipasar itu menyebut Rp 2 juta untuk satu mukena bordeir “waduh mahalnya. Saya nggak jadi beli,” kata dosen sebuah pengguruan tinggi swasta di Yogyakarta ini.
Juriah pun kembali ke Jalan Bengkawas. Di Kawasan ini Mukena bordir dipatok Rp 75 ribu sampai Rp 1 juta. “Jadilah saya membeli mukenah di sini,” ujarnya.
Menurut dia,soal harga di Begawan memang lebih mahal,tapi barang yang di beli sesuai kualitas. Misalnya, satu potong kebaya border di bengkawas harganya Rp 200 ribu sampai 1,5 juta. “Ditempat lain bisa lebih mahal kalau tak pintar-pintar menawar,” ujar juriah. Indrawati menjamin kain yang di jual di tempatnya tidak akan sama dengan produk di tempat lain. Setiap motif dan warna bordir ia rancang sendiri. “Kami tidak buat produksi ini secara massal.

Bordiran Buatan Anak Jahit


Hiasan bordiran atau sulaman kain khas sumatera barat bukan buatan pabrik, melainkan di bordir sendiri oleh para gadis dan ibu-ibu di rumah. Di Padang, usaha membordir itu terdapat di Kampung Pariaman , Koto gadang, dan Ampek Angkek di Kabupaten Agam.

Tukang border itu disebut anak jahit. Anak jahit di upah oleh para pemilik modal atau took. Indrawati, pemilik toko Annisa, misalnya, saat ini memiliki 100 anak jahit yang tersebar di kampumg-kampung. “Saya hanya berhubungan dengan penanggung jawab dari tiap daerah,”ujarnya
Motif bordir, sulaman, dan tenunan yang di pesan kebanyakan motif natural, seperti bunga, daun, sulur, rumput dan kupu-kupu atau motif tradisional Minangkabau yang penuh makna dan symbol, seperti motif Pucuak Rabuang, yang melambangkan ajaran tentang norma-norma kebaikan dan kebenaran sesuai dengan hukum adat. Motif Saik Kalamai artinya si cantik manis, hanya dipakai untuk bordiran pada baju perempuan.
Jika anda ingin tau para anak jahit itu menenun. Anda bisa dating ke kampong Pandai Sikek di kaki Gunung Singgalang
Di tempat ini puluhan rumah dijadikan bengkel kerja untuk membuat tenunan. Selain juga dapat menyaksikan langsung bagai mana benang di pintal, pengunjung dapat di membeli tenunan songket dirumah tenun.
Salah satunya adalah Rumah Tenunan Pusako. Di rumah khans Minang ini dijual akin-akin songket yang indah dengan harga Rp 700 ribu hingga Rp 7 juta. Selain itu, dijual pula aneka hiasan dinding dari tenunan songket, sepatu, dan taplak meja.

sumber : Koran Tempo 17/05/2008


Our Products

Baju Kurung
Baju Kebaya
Sutera
Telekung / Mukena
Busana Muslim
Baju Melayu
Songket
Selendang
Tudung / Jilbab
Batik
Sarung / Pelikat
Sarung Bantal
Alas Tempat Tidur
Alas Meja
Sandal
Hand Bag